Minggu, 28 Juli 2013

MELAKSANAKAN UMROH BERULANG KALI, ADAKAH TUNTUNANNYA ?

Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam melaksanakan umroh sebanyak empat kali dalam rentang waktu empat tahun, dalam setiap safar beliau tidak pernah melakukan umroh lebih dari sekali, dan begitu pula sahabatnya radhiyallahu anhu. Tidak pernah sampai informasi akurat sampai kepada kami (Abdul ‘Azhim bin Badawi al Khalafi), bahwa ada seorang dari kalangan mereka pernah melakukan umroh dua kali dalam satu safar, baik pada waktu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam masih hidup mauun sesudah beliau wafat. Kecuali ketika Aisyah radhiyallahu anha datang bulan pada waktu menunaikan ibadah haji bersama Nabi shalallahu alaihi wassalam, maka rasulullah memerintah saudara Aisyah yang bernama Abdurrahman bin Abu Bakar mengantar Aisyah ke daerah Tan’im agar memulai ihram untuk umroh dari sana, karena ia menyangka bahwa umroh yang dilakukan berbarengan dengan haji, maka ia batal, sehingga ia kemudian menangis. Maka Rasulullah shalallahu alaihi wassalam mengizinkan Aisyah melakukan umroh lagi demi menenangkan jiwanya.

Umroh yang dilaksanakan Aisyah ini sebagai pengkhususan baginya, karena belum didapati satu dalil dari seorang sahabat laki-laki maupun perempuan yang menerangkan bahwa mereka pernah melakukan umroh setelah sebelumnya melaksanakan ibadah haji, dengan memulai ihram dari kawasan Tan’im, sebagaimana yang telah dilakukan Aisyah radhiyallahu anha. Andaikata para sahabat mengetahui perbuatan Aisyah tersebut disyariatkan juga buat mereka setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji, niscaya banyak sekali riwayat dari mereka yang menjelaskan hal itu. Imam Syaukani rahimahullah mengatakan, “Nabi shalallahu alaihi wassalam tidak pernah berumroh dengan cara keluar dari daerah Mekah ke tanah halal, kemudian masuk ke Mekah lagi dengan niat umroh, sebagaimana layaknya yang dipraktekkan banyak orang sekarang. Padahal tidak satupun riwayat yang sah yang menerangkan ada seorang sahabat melakukan yang demikian itu.”

Sebagaimana tidak didapati riwayat yang sah yang menerangkan bahwa sebagian sahabat yang melaksanakan umroh berulangkali setelah sebelumnya menunaikan ibadah haji, maka tidak ada riwayat dari mereka yang menjelaskan bahwa mereka menunaikan ibadah umroh berulangkali pada seluruh hari sepanjang tahun . Mereka menuju Mekah untuk menunaikan ibadah umroh secara individu-individu dan ada pula yang secara berkelompok, mereka mengerti bahwa umroh adalah ziarah untuk melakukan thawaf di Baitulah dan sa’I antara Shafa dan Marwah, mereka mengetahui juga dengan yakin bahwa thawaf disekeliling Baitullah jauh lebih utama daripada sa’i. Maka daripada mereka menyibukkan dirinya dengan pergi keluar ke daerah Tan’im dan sibuk dengan amalan-amalan umroh yang baru sebagai tambahan bagi umroh sebelumnya, maka yang lebih utama mereka melakukan thawaf di sekeliling Baitullah. Dan sudah dimaklumi bahwa waktu yang tersita dari orang yang pergi ke Tan’im untuk memulai ihrom untuk umroh yang baru dapat ia manfaatkan mengerjakan thawaf dengan ratusan kali keliling ka’bah. Thawus rahimahullah menyatakan:  Orang-orang yang umroh dari kawasan Tan’im, aku tidak tahu apakah mereka diberi pahala atau justru disiksa!!!.” Ada yang berpendapat bahwa mereka akan diadzab. Karena mereka meninggalkan thawaf di Baitullah dan pergi ke Tan’im yang berjarak empat mil, kemudian kembali ke Mekah yang kalau digunakan untuk Thawaf maka mampu melaksanakah thawaf sebanyak dua ratus kali. Jadi jelas sekali, bahwa thawaf di Baitullah jauh lebih afdhal daripada jalan-jalan yang tidak memiliki dasar pijakan yang kuat.

Jadi, pendapat yang mengatakan tidak disyari’atkan melakukan umroh berulangkali, inilah yang ditunjukkan oleh sunnah Nabawiyah yang bersifat ‘amaliyah dan ditopang oleh fi’il, perbuatan pun sahabat radhiyallahu anhu. Padahal nabi shalallahu alaihi wassalam pernsh memerintah kita agar mengikuti sunnah beliau dan sunnah para khalifah setelah sepeninggal beliau. Yaitu beliau bersabda :
“Hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk dan terbimbing sepeninggalku; hendaklah kalian menggigitnya dengan gigi gerahammu.”
(Sunan Abu Daud II:398 no:4607, Ibnu Majah I:16 no:42 dan Tirmidzi V:43 no;2673, Ahmad IV:26)

Sumber :  Kitab AL WAJIZ karya Abdul ‘Azhim bin Badawi al Khalafi, Pustaka As Sunnah:2011:Jakarta Timur. Halaman ; 518-520.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar